Sisi Gelap Industri Game di Indonesia Dipecat Jam 4, Diusir Jam 5
Melanjutkan artikel pertama yang dirilis beberapa minggu lalu, kali ini Tech in Asia Indonesia kembali menghadirkan kisah dari industri game Indonesia yang mungkin jarang jadi pembicaraan umum. Sama seperti di bagian pertama, seluruh narasumber kami serta perusahaan yang terlibat kami sembunyikan identitasnya demi keamanan dan kenyamanan seluruh pihak.
Berbeda dengan episode sebelumnya yang terdiri dari dua cerita berbeda, untuk bagian ini saya akan menghadirkan cerita yang sama, namun dari sudut pandang dua orang berbeda.
Kisah yang saya maksud terjadi di awal 2014 lalu dan melibatkan salah satu perusahaan game besar di Indonesia. Di sebuah hari Jumat yang awalnya tampak biasa-biasa saja, tiba-tiba para karyawan dikejutkan dengan kabar bahwa lebih dari lima puluh orang di antara mereka telah kehilangan pekerjaan.
Kabar itu disampaikan kurang lebih pukul empat sore, dan para karyawan yang terkena PHK diperintahkan untuk meninggalkan kantor pukul lima. Perusahaan juga mengatakan akan mengunci akses komputer mereka untuk jaga-jaga agar data kantor tidak diambil oleh karyawan yang dipecat.
Bagaimana detail mengenai kejadian ini? Kami telah mewawancarai beberapa karyawan dari perusahaan tersebut, dan merangkumnya dalam dua sudut pandang: dari perspektif karyawan yang terkena PHK dan dari perspektif karyawan yang menjadi perwakilan untuk memperjuangkan hak mereka. Berikut ceritanya.
Dibantu doa – Kisah dari karyawan yang kena PHK
Jujur tidak banyak yang bisa saya ceritakan soal proses pemecatan yang saya alami. Yang terjadi hanya tiba-tiba saja saya dan beberapa kawan menerima email undangan rapat, dan ternyata rapat itu untuk mengumumkan bahwa kami telah dipecat. Metal banget deh, hahaha.
Tentu saja saya merasa sangat terkejut, apalagi saat itu saya baru saja mengajukan permintaan utang ke bank dan diterima oleh bank tersebut. Setelah pemecatan, meskipun perusahaan meminta proses beres-beres berlangsung lebih cepat, tapi saya menghabiskan waktu lebih dari seminggu untuk membawa pulang semua barang-barang pribadi di kantor.
Sudahlah melakukan proses pemecatan mendadak, tim SDM pun kurang transparan soal perhitungan pesangon yang kami terima. Saya pun coba konsultasi ke teman saya yang berprofesi sebagai pengacara untuk bertanya apakah yang dilakukan kantor saya ini sesuai undang-undang berlaku.
… apakah kantor lama saya membantu mencarikan pekerjaan baru setelah memecat puluhan karyawan? Yah mereka membantu kok, tapi hanya dengan doa, hahaha
Dari teman saya itu, saya mendapatkan informasi dan dukungan yang cukup untuk menuntut hak-hak saya pada kantor. Akhirnya para karyawan yang terkena PHK pun memberanikan diri membawa kasus pemecatan ini ke meja hijau, jika seandainya pesangon tidak diberikan sesuai aturan yang berlaku.
Untungnya kantor kami saat itu menuruti permintaan tersebut, mungkin mereka takut nama baik tercoreng dan akan lebih mengeluarkan banyak uang seandainya repot-repot ikut membawa hal ini ke meja hijau.
Kurang lebih itu sih yang paling berkesan dari kejadian yang menimpa saya beberapa tahun lalu tersebut. Jika ada yang tanya apakah kantor lama saya membantu mencarikan pekerjaan baru setelah memecat puluhan karyawan? Yah mereka membantu kok … tapi hanya dengan doa, hahaha.
Bahkan waktu dipecat, kantor menjanjikan akan memanggil karyawan yang kena PHK seandainya mereka membuka lowongan lagi. Nyatanya lowongan kembali dibuka dua bulan setelah kejadian, tapi mereka lebih fokus ke merekrut orang baru.
Perjuangan memastikan hak – Kisah dari perwakilan karyawan
Black Friday, itulah sebutan dari beberapa karyawan untuk kejadian yang menimpa kantor saya beberapa tahun lalu. Berbeda dengan Black Friday modern yang penuh dengan potongan harga, Black Friday yang ini penuh dengan potongan jumlah karyawan. Saya lupa berapa jumlah pastinya, tapi ada lebih dari lima puluh orang kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba hari itu.
Proses pemecatan ini sendiri cukup mengecewakan. Pada saat itu, belum ada yang tahu soal rencana kantor untuk memecat puluhan karyawan sekaligus. Awalnya para kepala departemen diminta untuk mendata tim mereka, dan mengurutkannya dari performa tertinggi sampai terendah. Tidak ada yang menyangka daftar tersebut akan digunakan untuk memilih siapa orang yang akan dipecat, dikiranya hanya sekadar untuk evaluasi.
Perintah ini datang dari kepala studio saat itu. Saya pribadi sempat kesal dengan dia, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat banyak karena perintah datang dari dewan direktur. Proses pemecatannya pun telah diarahkan dengan mendetail, jadi dia tidak bisa disalahkan juga. Walaupun begitu, saya tetap kecewa karena dia tidak hadir untuk menemui anak-anak yang dipecat pada hari H.
Beberapa hari sebelum pemecatan, para kepala departemen diberi tahu tentang rencana PHK massal tersebut. Kriteria yang dipilih berdasarkan performa dan juga apakah karyawan tersebut masih dalam masa percobaan atau tidak. Tentu saja para kepala departemen banyak menunjukkan ketidaksetujuan, namun palu telah diketuk dan tidak ada yang bisa dilakukan.
Beberapa hari setelahnya, kalau tidak salah sehari sebelum pengumuman, barulah tim SDM mengadakan pertemuan dengan grup perwakilan karyawan. Tentu saja perwakilan yang hadir saat itu tidak terima dengan keputusan dan cara yang diambil untuk melakukannya. Tapi karena semuanya sudah bulat, yang bisa kami pastikan hanyalah anak-anak yang dipecat dapat pesangon dan hak layak.
… rasanya seperti melihat tukang jagal menggiring sekumpulan sapi ke penjagalan
Sebagian besar perwakilan karyawan merasa sangat kecewa, apalagi karena kami tidak bisa membantu banyak. Oleh karena itu beberapa dari kami memutuskan untuk hadir di ruangan tempat keputusan diumumkan, meskipun saat itu kami tidak diundang.
Jadi di hari H, waktu itu hari Jumat, karyawan yang akan dipecat dipisah jadi beberapa grup dan disuruh berkumpul di ruangan berbeda. Alasannya tentu karena satu ruangan tidak cukup untuk menampung mereka semua. Melihat proses yang tidak manusiawi tersebut rasanya seperti melihat tukang jagal menggiring sekumpulan sapi ke penjagalan.
Dari pengumuman itu dikabarkan bahwa para karyawan harus meninggalkan kantor sesegera mungkin dan akses komputer mereka akan dikunci tepat pada pukul lima. Kontan para karyawan banyak yang merasa bingung, kaget, bahkan ada juga beberapa yang menangis.
Tapi ada kejadian yang menurut saya menarik. Sebelum anak-anak yang terkena PHK dipanggil, karyawan lain tidak mengetahui mengenai hal ini. Baru setelah para karyawan yang kena PHK masuk ruang rapat, informasinya entah bagaimana bisa menyebar. Ketika anak-anak tersebut keluar, depan ruangan sudah dipenuhi oleh kawan-kawan yang menunjukkan dukungan mereka.
Dari situ, tentu saja rencana untuk mengusir mereka tepat jam lima tidak terwujud. Manajemen takut seandainya karyawan yang menjadi korban ada yang kesal dan mulai membocorkan, atau bahkan menghapus, kerjaan kantor.
anak-anak yang dipecat pun sempat … menyelesaikan pekerjaan yang tertunda meskipun telah dipecat, dan bahkan ada yang ikut main Dota bersama-sama sebelum meninggalkan kantor
Tapi, sebagai perwakilan, kami memberikan jaminan kalau ada apa-apa maka kami yang akan bertanggung jawab. Tim IT kantor pun cukup memberontak dengan tidak menutup akses komputer yang seharusnya ditarik pada pukul lima.
Berkat kekeluargaan ini, anak-anak yang dipecat pun sempat untuk “perpisahan,” dalam artian mereka sempat menyimpan data-data pribadi mereka dulu, menyelesaikan pekerjaan yang tertunda meskipun telah dipecat, dan bahkan ada yang ikut main Dota bersama-sama sebelum meninggalkan kantor.
Untungnya, perusahaan saat itu masih mau bertanggung jawab membayarkan pesangon sesuai undang-undang yang berlaku. Para karyawan pun tidak ditulis terkena PHK, tapi dianggap mengundurkan diri dan mendapatkan surat rekomendasi. Tujuannya agar kejadian ini tidak menjadi batu sandungan untuk mereka mencari kerja di tempat lain.
Tapi belum selesai sampai di situ. Parahnya, dua bulan setelah kejadian ini, manajemen meminta kepala departemen untuk membuka lowongan kembali karena kami kekurangan orang untuk mengerjakan proyek baru. Keputusan yang diambil memang terlalu tergesa-gesa.
Kalau dipikir-pikir, sepertinya PHK yang tujuan utamanya untuk pemecatan malah membuat perusahaan rugi. Sudahlah moral karyawan banyak yang turun, kewajiban membayar pesangon yang tidak kecil, dan dua bulan kemudian perusahaan membuka lowongan lagi. Cukup konyol juga, hahaha.
Demikianlah bagian kedua dari kumpulan kisah gelap industri game Indonesia. Tidak hanya membahas duka saja, kamu juga bisa menemukan kisah-kisah positif yang terjadi di industri game lokal di seri artikel Devstory.
Jika kamu juga memiliki kisah yang patut dibagikan juga, jangan ragu-ragu untuk menghubungi saya di fahmi@techinasia.com.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post Sisi Gelap Industri Game di Indonesia (Bagian 2) – Dipecat Jam 4, Diusir Jam 5 appeared first on Tech in Asia.
The post Sisi Gelap Industri Game di Indonesia (Bagian 2) – Dipecat Jam 4, Diusir Jam 5 appeared first on Tech in Asia Indonesia.