Evos Legends Gagal di MPL S10, Gegara Roster atau Manajemen?
Uzone.id – Untuk pertama kalinya, tim eSports Evos Legends gagal melaju ke babak Playoff MPL ID Season 10. Padahal, tim ini sempat diunggulkan lantaran pernah menyandang gelar juara dunia M1 World Championship.
Jelas saja, kejadian ini menuai berbagai reaksi dari pegiat eSport dan penggemar game Mobile Legends: Bang Bang, tak terkecuali Professional eSport Talent, Lius Andre atau akrab disapa Ko Lius.
Dalam Uzone Talks edisi kamis (6/10) bertajuk ‘Kekalahan EVOS dan masa depan game MOBA’, ia mengatakan ada tiga pihak yang jadi ‘biang kerok’ mengapa Evos Legends gagal mengeluarkan tajinya di MPL ID Season 10.
“Kalau di eSports itu sebuah tim terbagi menjadi segitiga. Pertama, jelas yang paling besar ada manajemen. Kedua, di bawahnya ada players dan coach (pelatih). Nah menurut gue pribadi sebenarnya tiga-tiganya jelas bisa disalahkan,” jelasnya.
Dari cuplikan video yang pernah dilihatnya, VP Evos Esport, Aldean “DeanKT” Tegar, pernah mengatakan bahwa keputusan Evos Legends sepenuhnya ada di tangan management.
“Inilah yang menjadi sorotan netizen kenapa kok management yang pilih,” tuturnya.
Sementara dari sisi pelatih, kesalahan dalam menerapkan strategi hero pool memang jadi salah satu penyebab utamanya.
“Kalau dari coach yang dilihat sama kita semua ya, termasuk gue pribadi, memang dari masalah strategi hero pool. Karena memang harusnya itu tanggung jawabnya ketika di draft pick,” tuturnya.
Selain itu, dua statement yang dilontarkan sang pelatih saat itu juga perlu disorot. Coach Evos Legends waktu itu sempat mengatakan kalau roster (pemain) yang turun lebih kuat dari W.O.R.L.D.
Baca juga: Evos Legends Gagal ke Playoff MPL ID S10, Dibantai RRQ Hoshi
Untuk diketahui, W.O.R.L.D merupakan singkatan dari lima pemain yang membawa Evos Legends juara dunia di tahun 2019, yakni Wann, Oura, Rekt, Luminaire, dan Donkey.
Ucapan kedua tak kalah ‘kontroversial’, yaitu roster sekarang lebih mudah untuk dibimbing.
“Walaupun ini sebenarnya cuplikan dia lagi bercanda karena W.O.R.L.D lagi gak latihan, tapi W.O.R.L.D ini kan udah pernah menang juara dunia di 2019. Perbandingannya kenapa jauh sekali. Lalu saat dia bilang Roster gampang untuk dibimbing, berarti draft pick juga termasuk dalam bimbingan, dong,” tambah Ko Lius.
Berbicara soal mudah dibimbing, Lius menyoroti bahwa ketika sebuah tim terlalu ‘nurut’ dengan apa yang dikatakan pelatihnya, seperti pemilihan draft pick hero, maka bisa menutup potensi si player itu sendiri.
“Karena kebanyakan dari players itu pola pikirnya adalah, ketika di draft pick, gue bisa pakai hero-nya gak. Ketika gue ketemu sama match up line gue bakal menang atau gak, dan team-nya bagaimana. Itu kebanyakan player dalam in game mikirnya pasti seperti itu,” imbuhnya.
Sementara untuk pola pikir coach, justru malah sebaliknya. Dan jika kondisi nya seperti ini, justru hero pool bukan menjadi masalah utama kekalahan.
Baca juga: Tips Main Mobile Legends untuk Pemula, Terapin Biar Mythic!
Selain manajemen dan pelatih, pemain pun harus bertanggung jawab atas kekalahan Evos Legends di MPL ID Season 10. Ko Lius berpendapat, banyak pemain yang melakukan kesalahan saat bertanding.
“Kejadian level dasar yang salah sama mereka contohnya, di split push mereka sama sekali gak melihat Map. Kalau kata netizen, katanya Mapnya ketutupan piala M1,” terangnya.
Kejadian ini bukan hal yang pertama dilakukan oleh manajemen. Sudah dua kali melawan tim yang sama, split push-nya pun sama. “Fatal, ini fatal,” tambah Lius.
Mental pemain berpengaruh besar
Dari perkara garis segitiga ini, Lius kembali menggaris bawahi jika kekalahan sebuah tim itu memiliki sangkut paut terhadap ‘mentality player’.
Menurutnya, kondisi mental pemain bisa terbentuk oleh dua hal, internal dan eksternal. Internal ketika pemain kalah dalam sebuah pertandingan, maka moral dirinya akan drop. Sedangkan eksternal adalah faktor dari netizen.
“Makanya kalau seandainya mentality dari faktor internalnya dulu, dari moralnya itu sendiri. Itu kan tugas coach untuk bagaimana caranya tetap ‘ada apinya’. Mulai dari pep talk, kasih motivasi, atau mungkin rekan satu tim yang lain bisa ngerangkul seperti ‘don’t mind, masih ada game selanjutnya bla bla,’ ya itu dapur lah ya,” pungkasnya.
Masalah pelarangan penggunaan sosial media oleh manajemen evos juga dirasa turut membentuk mentality eksternal playernya. Menurutnya, aturan ini sama saja seperti ‘menanam bom waktu’.
Maksudnya, ketika suatu saat player bermain buruk dan kalah, kemungkinan di sosial media akan banyak kritikan dari netizen. Karena mereka tidak diperbolehkan bermain internet, tentu tidak akan membaca komentar buruk tersebut.
Namun yang ditakutkan adalah, jika ke depannya mereka tidak sengaja membaca kritikan pedas tersebut bisa jadi berpengaruh pada mental si player itu sendiri.
Baca juga: 5 Hero Mobile Legends Tercantik yang Bikin Gamer Terpikat
“Karena gak terbiasa itu yang pertama,” jelas Lius.
Hal lainnya yang harus diperhatikan pihak manajemen adalah memfasilitasi dalam hal mentality ini. Dengan aturan tidak membolehkan bermain sosial media, pemain kemungkinan bisa stres karena tidak ada hiburan.
“Jadi bener-bener sosial media itu part of hiburan lho, biar mereka gak burn out,” tegasnya.
Dalam menghadapi situasi kekalahan ini, Lius turut menggaris bawahi sebagai seorang pro player, dan pihak manajemen tentunya, harus sudah tahu resiko apa yang akan terjadi ke depannya.
“Itu resiko kerjaan lo untuk dikritik, yang mana mental lo bakal diganggu gugat. Ya itulah how to face it nya,” pungkasnya.
Beli voucher games yang mudah dan murah di uzone store
Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini